Kemandirian, Peran, dan Pendapatan Perempuan di Kampung Areng

Mari kita awali cerita ini dengan sebuah pernyataan dari Kofi Annan: “Gender equality is more than a goal in itself. It is a precondition for meeting the challenge of reducing poverty, promoting sustainable development and building good governance” (Kesetaraan gender adalah lebih dari tujuan itu sendiri. Hal tersebut merupakan prasyarat untuk memenuhi tantangan menanggulangi kemiskinan, mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan membangun pemerintahan yang baik.”

Agaknya tidak berlebihan jika ungkapan tersebut disandingkan dengan usaha sebuah komunitas perempuan di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dalam upayanya meningkatkan peran dan kemandirian perempuan untuk kebaikan rumah tangga dan komunitasnya.

Berawal dari banyaknya pembangunan reaktor biogas di Kampung Areng pada pertengahan tahun 2011. Beban dan tanggung jawab banyak perempuan di kampung berkurang sebagai pengumpul kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan mengurus sapi perah. Memiliki lebih banyak waktu luang, menjadikan para perempuan di kampung tersebut mencoba berkreasi dengan bios-slurry (ampas biogas) untuk membantu tambahan pendapatan bagi keluarga.

Sebuah Jalan Panjang

Awalnya sekitar awal tahun 2012, beberapa orang perempuan di Kampung Areng mencoba meningkatkan manfaat bio-slurry dengan menjalankan kegiatan budidaya cacing atau vermicompost. Bio-slurry dikenal dan terbukti baik bagi pakan cacing yang dibudidayakan. Tidak ditemukan banyak kesulitan dalam hal teknis untuk kegiatan budidaya cacing, namun tidak adanya pasar yang menampung hasil panen, menjadikan kegiatan tersebut ditinggalkan oleh beberapa perempuan yang menjalaninya.

Eti Rohaeti (37), adalah salah satu perempuan yang bertahan melakoni kegiatan budidaya cacing, pada saat itu ia menggunakan kascing (bekas cacing) sebagai pupuk organik untuk kegiatan pertanian sayur milik keluarganya.

“Dulu, tidak ada orang yang mau membeli cacing ataupun kascing dari hasil budidaya cacing yang saya lakoni, saya menggunakan hasil kascing untuk kebutuhan kebun pertanian sayur milik sendiri. Hasilnya, saya dan banyak tetangga saya melihat bahwa tanaman saya nampak lebih bagus dan menghasilkan panen lebih baik dibandingkan hasil panen yang lainnya. Dari situlah orang mulai mengenal manfaat kascing,” kenang Eti.

Peran Program GADING

Dengan adanya Program GADING, Eti dan kawan-kawan merasa ada sebuah wadah dan bimbingan untuk lebih menyebarluaskan manfaat dari pengelolaan ampas biogas melalui budidaya cacing. Pelatihan gender yang diberikan oleh Program GADING juga telah membawa wawasan baru dan semangat untuk mengajak perempuan di sekitar wilayahnya dan perempuan dari manapun untuk semakin berdaya dan mandiri.

Sebagai contoh adalah Lilis (42), salah seorang penerima manfaat Program GADING yang pada awalnya diajak oleh Eti untuk terlibat dalam kegiatan program. Dalam pertemuan terakhir, ia mengaku merasakan manfaat dan perubahan bagi dirinya dan keluarga setelah mengikuti beberapa rangkaian pelatihan dan kegiatan Program GADING.

“Setelah mengikuti Program GADING, saya menjadi terinspirasi untuk lebih meningkatkan peran saya di dalam keluarga. Tadinya, saya hanya bersifat membantu, yaitu membantu suami dalam melakukan usaha ternak dan tani. Kini saya dan suami sepakat, bahwa kebun dan budidaya cacing adalah hak kelola saya, sedangkan kandang/peternakan adalah hak kelola suami,” tutur Lilis.

Menurut Lilis, dengan adanya pembagian pengelolaan seperti itu menjadikan usahanya lebih fokus dan lebih produktif. Salah satu contohnya adalah produktivitas buah jeruk yang dihasilkan dari kebun miliknya. Awalnya, kebunnya hanya mampu berproduksi sekitar 25 kilogram per minggu, kini produksinya mampu mencapai 35 sampai dengan 40 kilogram per minggu.

“Fokus dan pembagian tata kelola adalah rahasianya,” tuturnya mantap.

Menuai Hasil

Kehadiran Program GADING di Kampung Areng telah mampu membangkitkan kembali semangat perempuan untuk lebih produktif dan berdaya. Kampanye Eti dan kawan-kawan untuk memiliki penghasilan tambahan, bersambut dengan semakin tingginya produksi dan keberadaan pasar untuk budidaya cacing milik komunitasnya, bahkan kini, pembelinya pun berasal dari sebuah perusahaan cukup besar.

Eti (tengah dengan kerudung biru) sedang mengajarkan cara budidaya cacing pada kelompok masyarakat

Beriringan dengan hal tersebut, kampanye Eti dan kawan-kawan juga semakin meluas bukan hanya terbatas pada penghasilan tambahan. Melalui usaha budidaya cacing dan praktek pertanian ramah lingkungan yang mereka kerjakan, Eti dan kawan-kawan telah mengajak masyarakat luas untuk lebih bersahabat dengan alam dan bertanggung jawab terhadap tata kelola lingkungan.

Hasilnya, Eti dan kawan-kawan saat ini tidak kurang dari dua kali dalam sebulan harus melayani para tamu yang ingin belajar atau ingin tahu mengenai kegiatan komunitasnya. Para tamu yang datang berasal dari berbagai kalangan seperti masyakarat, intansi pemerintah, media, perguruan tinggi, dan lainnya dari dalam dan luar negeri.

1 November 2016