Dari Kunjungan Kerja ke Kebijakan

pengetahuanhijau.com – Pagi di tanggal 25 Agustus lalu
merupakan jadwal kunjungan kerja Tim Pengendalian Pencemaran Sungai
Provinsi NTB ke salah satu lokasi dampingan Hivos-Yayasan Rumah Energi
(YRE) di Kabupaten Lombok Tengah. Tepatnya, ke Desa Bare Julat kecamatan
Jonggat. Lokasi yang dituju adalah Dusun Loang Sawak. Di dusun tersebut
terdapat 50 KK peternak Sapi yang telah mengolah dan memanfaatkan
limbah/kotoran hewan menjadi salah satu sumber bahan bakar (biogas)
skala keluarga. Beberapa diantara mereka bahkan telah memanfaatkan ampas
biogas (Bioslurry) sebagai pupuk baik dalam bentuk cair maupun padat.
Lebih jauh dari itu, mereka juga telah menggunakan bioslurry tersebut
sebagai media pengembangbiakan lemna yang akan digunakan sebagai pakan
ternak khususnya ikan dan bebek.

Praktik-praktik tersebut menjadi
daya tarik bagi anggota Tim pengendali pencemaran sungai untuk
melakukan kunjungankerja kelokasi tersebut. Dengan dipandu oleh Pak Ali
Ikhsan dan Pak Umar dari YRE, seluruh anggota Tim menyusuri pematang
yang sebelah kiri dan kanannya terdapat kolam-kolam ikan dan beberapa
kolam kecil sebagai tempat budidaya Lemna sambil mendengar penjelasan
tentang fungsi dan pemanfaatan Lemna tersebut. Lemna atau duckweed atau
dalam bahasa lokal disebut kembang aik merupakan salah satu pakan sumber
protein yang cukup tinggi untuk ternak. Selain tinggi protein lemna
juga sangat cepat berkembang biak sehingga mudah dibudidayakan.

Tidak
lama, Tim yang diketuai oleh Pak Kusnadi itu pun tiba di lahan milik
salah satu pengguna biogas. Haji Muslim namanya. Disana Tim monitoring
berbagi informasi mengenai pengolahan limbah/ternak hewan. Mulai dari
pembangunan reaktor, pengolahan kotoran menjadi biogas hingga
pemanfaatan ampas biogas (bioslurry) yang sudah diaplikasikan pada
tanaman hortikultura. Pada lahan seluas 14 are miliknya tersebut
dibangun satu unit reaktor  biogas, meski sebenarnya dia  sendiri justru
tidak memiliki sapi. Tapi untuk sekedar mengisi reaktor, kotoran hewan
dapat diambil dari kandang milik tetangganya. Petani yang juga tenaga
pendidik di sekolah dasar ini juga mengembangkan pertanian yang
terintegrasi dengan unggas. Terdapat berbagai jenis tanaman buah dan
sayur. Hijau, sehat dan terawat.  Ada juga kolam ikan dan  kolam lele
yang mengelilingi rumah mungil yang tampak sejuk di pojok lahan dan
kandang bebek di dekat reaktor biogas. “semua tanaman ini menggunakan
bioslurry. Meski tidak seratus persen organik, tapi penggunaan bioslurry
sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Itu, baru masuk satu tahun
empat bulan sejak masa tanam. Tapi saya sudah bisa panen dua kali�
terang Haji Muslim seraya menunjuk puluhan pohon jeruk keprok miliknya
yang kini tengah berbuah.

Bagi Haji Muslim, cukup aneh rasanya
melihat peternak yang masih berpikir untuk membangun reaktor biogas
padahal manfaat yang akan diperoleh pun untuk mereka sendiri. Meski
peluang bisnis dari bioslurry terbuka lebar, namun menurutnya belum bisa
dia manfaatkan. Karena kehidupan di desa belum banyak melihat sesuatu
berdasarkan nilai ekonomi saja. Melainkan kepuasan saat bisa membantu
tetangga, kerabat atau sahabat. Semisal memberikan bibit cabai yang
disemainya menggunakan bioslurry sebagai media tumbuhnya kepada orang
lain. Bahkan kini sudah cukup dikenal di desa tetangga namun tak satupun
ditarik biaya.  Siapapun yang berminat bisa datang langsung ke
sawahnya,  cerita pemilik yang menjelang masa pensiun tersebut.

“Ini
luar biasa, melebihi espektasi kami. Banyak pembelajaran dan informasi
yang kami dapatkan. Jelas bahwa setiap pencegahan dan pengendalian
pencemaran yang dilakukan harus terintegrasi dengan pemanfaatan�, ungkap
Bapak Enha Kusnadi S.Hut, MM selaku Tim Leader yang juga Kepala Sub
Bagian Kehutanan pada Sekretariat Daerah Provinsi NTB. Tim yang
diketuainya tersebut merupakan tim lintas sektor yang terdiri dari
struktural dan organisasi perangkat daerah di lingkup Pemerintah
Provinsi NTB. seperti Bappeda, Badan Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA), Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta  Sekretariat Daerah.

Kunjungan
kerja tersebut dilakukan  untuk melihat langsung upaya-upaya yang
dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam mencegah dan
mengendalikan berbagai bentuk pencemaran sungai. Salah satu bentuk
pencemaran yang sering kali dilakukan di bidang peternakan adalah
masyarakat membuang kotoran hewan langsung ke sungai. Tentu tindakan
tersebut telah mengakibatkan polusi air, tanah dan juga udara.

“Berbagai
informasi dan pembelajaran yang kami peroleh disini tentu akan menjadi
bahan kajian dan masukan bagi kami untuk menyusun kebijakan pengendalian
pencemaran sungai�,ungkap Pak Kusnadi diakhir kunjungan. Ditambahkannya
bahwa hal yang tidak kalah penting dari kunjungan tersebut  adalah
terjalinnya silaturahim antara pemerintah provinsi, kabupaten,
kecamatan, desa, dan masyarakat. Terutama dengan NGO yang selama ini
telah banyak memberikan edukasi dan pendampingan yang intensif kepada
masyarakat untuk menjaga lingkungan menjadi lebih baik.

(Sumber: http://www.pengetahuanhijau.com/berita/dari-kunjungan-kerja-ke-kebijakan)

29 Agustus 2017