Kotoran Hewan dan Upaya ‘Membirukan’ Kehidupan

Jakarta, CNN Indonesia – Teknologi biogas memang bukan hal baru di Indonesia. Sebagai teknologi terapan yang memanfaatkan kotoran hewan sejauh ini dikenal sebagai salah satu alternatif paling mudah untuk diimplementasikan di masyarakat.

Kendati demikian, ada masalah yang menghambat penggunaan biogas sebagai bahan bakar yakni ongkos teknologi dan pemasangannya.

Anggoro Bren Wiratsongko dari Yayasan Rumah Energi mengatakan daya beli masyarakat yang masih lemah jadi alasan adaptasi teknologi biogas tak begitu cepat. Teknologi dan instalasi sebuah reaktor biogas yang disediakan oleh Rumah Energi memang tak bisa dikatakan murah. Untuk satu buah reaktor berkapasitas 6m3, diperlukan biaya sekitar Rp12 juta hingga Rp15 juta.

“Kendalanya ya itu, tidak adanya dana tunai,” kata Bren saat ditemui di ajang Youth Scientist Fair di Jungle Land, Bogor, Senin (14/8).

Reaktor biogas yang tersedia ada beberapa kapasitas yakni mulai dari 2m3 hingga 12m3, namun yang paling populer adalah yang berukuran 6m3. Untuk ukuran 6m3, diperlukan kotoran dari 5 ekor sapi dengan masing-masing 12-15kg. Kotoran tak diwajibkan berasal dari sapi, bisa saja dari kambing, babi, atau ayam. Reaktor dengan kapasitas ini bisa dipakai untuk keperluan penerangan rumah dan memasak hingga 4 jam non-stop.

Guna mengakali minimnya dana segar masyarakat, Rumah Energi mulai menawarkan sistem mikro finansial berupa kredit ringan. Bren mengatakan cara ini ditempuh selain karena meringankan pembayaran, juga agar warga memanfaatkan biogas sebagai alat produksi.

“Minat masyarakat cukup bagus dengan melihat kita bisa mencapai 21 ribu (instalasi) dari 2009 hingga pertengahan 2017. Ini menunjukkan memang pasarnya ada,” ucapnya.

Namun Bren mengeluhkan beberapa orang dari kalangan petani dan peternak yang jadi sasaran mereka belum bisa mengelola keuangan dengan baik. Alhasil tak semua yang memakai teknologi biogas ini menyulapnya sebagai modal produksi untuk menambah penghasilan rumah tangga.

Program Rumah Energi yang bernama Biru (Biogas Rumah) ini menyasar kalangan petani dan peternak yang notabene memiliki hewan ternak. Namun mereka tak membatasi diri terhadap ketertarikan kalangan lain.

Selain sebagai bahan bakar bersih dan murah, reaktor biogas dari program Biru ini juga menghasilkan ampas kotoran atau bio-slurry yang bisa dipakai untuk pupuk lahan pertanian, campuran kompos, atau dijual.

“Mereka yang pakai bio-slurry hasil panennya meningkat 30 persen, dari 6 ton jadi 9 ton untuk padi,” ungkapnya penuh bangga.

Bren dan koleganya di Rumah Energi sedang menggiatkan sistem mikro finansial ke masyarakat agar reaktor biogas ini bisa dijangkau masyarakat. (evn)

(Sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170814200635-199-234731/kotoran-hewan-dan-upaya-membirukan-kehidupan/)

15 Agustus 2017