Sebuah Pendekatan Altruistik pada Program Magang

Awalnya saya tahu tentang Biogas Rumah (BIRU) dalam sebuah pameran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia. Saya baru saja tiba di Yogyakarta seminggu sebelumnya, dan sangat senang mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam sebuah program studi yang berorientasi pada pembangunan yang berlangsung selama lima bulan sebagai bagian dari ACICIS (The Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies). Bagian utama dari program ini adalah terlibat dalam program magang selama dua bulan pada sebuah organisasi pembangunan setempat, dan saya berusaha untuk menemukan salah satunya dengan fokus pada energi berkelanjutan atau terbarukan. Saya mulai berbincang dengan dua orang yang menjaga stand BIRU, dua-duanya orang asing yang juga peserta program magang. Melihat minat saya, mereka mengundang saya untuk berbicara dengan Koordinator Provinsi dan kepala kantor BIRU di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Pak Willem. Setelah memutuskan bahwa saya ingin terlibat dalam program magang di sana, berbagai strategi untuk membuktikan bahwa saya bisa bermanfaat mulai berpacu di dalam benak saya. Apa kekuatan saya? Apa yang dapat saya tawarkan? Apa yang dapat mereka dapatkan dari saya? Apa yang dapat mereka capai dengan kehadiran saya? Ketika saya tanya apa yang ingin Pak Willem inginkan dari saya, ia terlihat terkejut. “Belajar tentang biogas, tentunya” adalah responnya. Apakah BIRU akan menerima saya? Pasti!

Berminggu-minggu kemudian ketika saya sudah tiba di kantor dan bergabung di hari pertama saya, kami terlibat dalam percakapan tentang arah dari program magang selama saya di sana. “Saya memiliki masalah dengan cara banyak organisasi memanfaatkan peserta program magang,” ujar Pak Willem. “Mereka hanya memanfaatkan peserta magang sebagai tenaga kerja gratis.” Saya sering kali mendengar tentang masalah ini dari sesama rekan saya di universitas. Terlalu banyak kisah serupa dari mereka, senang mendapat kesempatan magang di bidang yang menjadi minat mereka, terdampar di kantor mengerjakan fotokopi, tugas-tugas, dan memainkan jari-jari. Suatu langkah awal yang sangat tidak memotivasi di bidang karier yang mereka harapkan. “Saya percaya peserta program magang di sini untuk belajar, bukan bekerja,” ujar Pak Willem. “Jadi, daripada memberi kamu pekerjaan setiap hari, yang saya inginkan adalah agar kamu mengamati sebanyak mungkin, belajar sebanyak mungkin, dan ambil pengetahuannya.”

Belajar bagaimana kebun organik ini memanfaatkan biogas dan bio-slurry untuk menghasilkan keuntungan

Tetapi, apa yang mereka dapatkan dari sini? “Ini untuk lingkungan, ini bukan untuk BIRU.” Meskipun demikian, ini sejalan dengan tujuan utama BIRU secara global, yang menurut Pak Willem adalah “perlindungan terhadap lingkungan.” Bersusah payah mendidik peserta magang tidak langsung memberi manfaat pada BIRU, dan mereka tidak mengharapkan apa-apa sebagai imbalannya (kecuali untuk beberapa artikel pendek tentang apapun terkait biogas, untuk diunggah ke website). Namun filosofinya adalah, hal tersebut membantu BIRU mencapai misinya secara keseluruhan dengan mendorong pelestarian lingkungan dan energi terbarukan di luar wilayah kerja mereka. Menarik bahwa Program BIRU memutuskan untuk membangun strategi ini ke dalam cara kerja mereka, dengan menggunakan peserta magang bukan sebagai tenaga kerja gratis, namun sebagai orang yang dapat menyebar luaskan gerakan dan gagasan-gagasan secara global, serta nilai-nilai organisasi terkait energi terbarukan. Mengapa tidak? Memang butuh biaya, namun peserta magang kemudian dapat pergi kemanapun dengan semua yang telah mereka pelajari guna mempromosikan biogas.

Memandang ladang eceng gondok di Danau Rawa Pening, eceng gondok juga dapat digunakan untuk memproduksi biogas

Pendekatan altruistik (suka rela tanpa mengharapkan imbalan) dalam memanfaatkan peserta magang ini merupakan hal yang tidak biasa bagi saya. Persepsi saya tentang program magang pada umumnya adalah orang yang terlibat dalam program itu tidak dibutuhkan dan sering kali dipandang sebagai beban. Biasanya, pertama-tama harus membujuk organisasi untuk menerima anda (kecuali mereka memang sudah memiliki program magang) dan kemudian senang diberi tugas atau pekerjaan. Mungkin, hanya sekedar mungkin, anda akan menemukan bidang di mana anda bisa bermanfaat dan akhirnya menjadi karyawan. Tampaknya pemahaman saya sebagian besar benar. Banyak mahasiswa lain, yang mengerjakan progam studi yang sama seperti saya, semua magang di LSM, mengeluhkan tentang tugas yang sama yang membosankan seperti menerjemahkan dokumen atau duduk di kantor sama sekali tidak mengerjakan apa-apa. Pendekatan yang dilakukan BIRU tampaknya adalah perkecualian, dan saya merasa beruntung bisa menjadi bagian dari program yang memiliki pemikiran jauh ke depan.

Dari hari ke hari, makin jelas bahwa mereka menganggap proses belajar kami secara serius. Di manapun jika memungkinkan, kami (saya dan Louise, temang magang saya) diikut sertakan dalam berbagai pertemuan, kunjungan k para pengguna biogas, dan inspeksi kualitas instalasi biogas. Kami mendapat pelatihan selama dua hari dari Pak Basuki, pengawas kualitas di kantor BIRU Jawa Tengah dan Yogyakarta, tentang aspek konstruksi dan teknis dari reaktor biogas. Jarang sekali kami menghabiskan waktu sepanjang hari di kantor, hal yang sering dikeluhkan oleh sesama peserta magang di tempat lain. Kami bahkan mendapat kesempatan untuk berkunjung ke provinsi-provinsi lain di pulau Jawa dalam rangka mendapatkan kesempatan belajar. Louise mengunjungi kantor perwakilan di Malang, Jawa Timur, selama 5 hari untuk belajar tentang pemanfaatan bio-slurry (ampas biogas) untuk pertanian organik. Saya berkunjung ke kantor Jawa Barat di Bandung selama 5 hari juga, untuk belajar tentang budidaya lemna (duckweed) sebagai bahan pakan ternak. Dan kami bukanlah yang pertama. Di masa-masa sebelumnya, para peserta program magang telah mendapat kesempatan untuk berkunjung ke berbagai tempat di penjuru Indonesia bersama BIRU, belajar sebanyak mungkin tentang biogas dengan harapan mereka akan memanfaatkan pengetahuan tersebut di masa yang akan datang, baik itu di Indonesia, negara asal mereka, maupun di tempat manapun yang mereka pilih.

Sesi pelatihan setempat tentang cara membudidayakan lemna dengan memanfaatkan bio-slurry

Dan BIRU berencana untuk mengembangkan pendekatan ini. Baru-baru ini mereka telah membeli sebidang lahan, dekat Yogyakarta, mereka merencanakan untuk mengubah lahan itu menjadi kebun organik dan tempat belajar. Konsepnya adalah orang dapat datang dan belajar secara gratis tentang biogas dan pertanian organik. Harapannya adalah BIRU dapat menyediakan pendidikan gratis, dimana para siswa hanya perlu membayar untuk makan dan akomodasi. Oleh karena itu, pendidikan akan tersedia bagi mereka yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan tersier. Dengan cara ini, orang dapat sebanyak mungkin mengakses pengetahuan dan membawanya serta kemanapun di dunia ini. Pendekatan Program BIRU terhadap peserta magang sangat menarik. Saya belum pernah mendengar ada organisasi yang menerima peserta magang benar-benar untuk keuntungan si peserta magang. Dan kebijakan yang memandang jauh di luar tujuan langsung dari organisasi ke arah manfaat yang lebih luas menurut saya hal tersebut sangat progresif, dan sayangnya masih langka. Pastinya hal ini mencerminkan komitmen BIRU untuk pelestarian lingkungan, baik di tingkat nasional maupun internasional. (James Lawther)

28 Juli 2017