Sejahtera dengan Bisnis Bio-slurry

Tanpa merasa jijik, Amaq Samat turun ke kolam penampungan bio-slurry (ampas biogas) miliknya. Ekspresi riang tergambar jelas di raut mukanya sesaat sebelum kegiatan dimulai. Kedua tangannya mulai menaikkan bio-slurry yang tertampung pada kolam penampungan, mengayunkan sekop naik-turun dengan lincah. Peluh dan percikan bio-slurry mulai membasahi tubuhnya. Butuh waktu hampir setengah jam untuk meniriskan bio-slurry menjadi murni padat.

Amaq melanjutkan aktivitasnya. Ia membasuh tangan dan anggota badannya yang terciprat bio-slurry lalu berjalan ke lokasi penyimpanan bio-slurry kering yang sedang diangin-anginkan. bio-slurry yang sudah dijemur kini menjadi hitam pekat, dingin, dan bergerindil. Ini tandanya bio-slurry sudah siap digunakan sebagai pupuk. Bersama istrinya, Inaq, Amaq mengayak bio-slurry siap pakai dan memasukkannya ke dalam karung plastik ukuran 5 kg, 10 kg, dan 25 kg yang sebelumnya sudah disiapkan. Bio-slurry pun siap dijual sebagai pupuk hayati berkualitas tinggi.

Hampir lima bulan belakangan, Amaq dan Inaq telah menjadi pebisnis bio-slurry. Berbagai kegiatan yang diceritakan di atas adalah rutinitas yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan. Gagasan ini berawal dari ajakan staf mitra pembangun biogas di NTB yang sebelumnya sudah membangun bio-digester (reaktor biogas) di pekarangan rumah Amaq, untuk mengelola dan memanfaatkan bio-slurry yang tiap harinya terproduksi secara otomatis sebagai ampas proses fermentasi kotoran ternak menjadi biogas.

Merasa tertarik, Amaq melakukan diskusi dengan staf Program GADING yang kemudian memberikan dukungan berupa pelatihan dan modal usaha karena melihat tekad dan motivasi kuat Amaq.

“Supaya bio-slurry tidak sia-sia. Saya sudah memupuk tanaman saya dengan bio-slurry, hasilnya bagus. Saya ingin orang lain juga dapat memanfaatkannya,” ujarnya.

Saat ini usaha yang digeluti Amaq mulai menampakkan hasil positif. Walau penjualan bio-slurry belum begitu besar, namun usahanya sudah mulai dikenal orang sekitar. Dengan bantuan tim GADING pada fase awal promosi, sekarang Amaq secara rutin mendapat pesanan bio-slurry empat ton per bulan untuk dipasok ke komunitas organik Gumitir Bali. Pesanan juga datang dari individu (perorangan), yaitu seorang Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) setempat yang ingin membeli bio-slurry setelah melihat proses pembuatan dan kualitas yang tanaman yang makin subur setelah dipupuk dengan bio-slurry.

Bio-slurry siap dipasarkan

Amaq juga turut serta mengajak pengguna biogas di sekitar rumahnya untuk terlibat dalam usaha ini. Setidaknya ada 19 keluarga pengguna biogas yang sudah siap memasok kebutuhan bio-slurry jika diperlukan. Bio-slurry yang dipasok pengguna lain berupa bio-slurry kering siap pakai (hitam pekat, dingin, dan bergerindil) yang dibeli Amaq dengan harga yang telah disepakati sebelumnya.

“Agar semua pemilik biogas disini bisa menikmati hasil bio-slurry ini, semua pemilik biogas saya libatkan sebagai pemasok bio-slurry,” terangnya.

Berkat usaha Amaq, kini warga sekitar yang menggunakan biogas kembali rajin mengisi reaktornya. Bila sebelumnya warga hanya mengisi satu kali seminggu atau bahkan satu kali sebulan, kini frekuensi pengisian reaktor lebih sering, bahkan hampir setiap hari. Dengan pengisian yang teratur perolehan bio-slurry semakin banyak dan berkelanjutan. Selain mendapatkan gas untuk memasak, bio-slurry bisa menghasilkan tambahan pendapatan. Untuk menjaga semangat ini tetap membara, Amaq secara rutin menyambangi para pengguna reaktor biogas lain untuk memotivasi mereka agar tetap mengisi reaktor dan mengelola bio-slurry mereka dengan baik.

Untuk meningkatkan penjualan bio-slurry, Amaq bekerja-sama dengan Universitas Mataram dalam membangun demplot yang kemudian ditanami berbagai jenis tanaman. Pupuk yang digunakan tentunya bio-slurry yang dicampur dengan pupuk NPK dan silikat cair.

Demplot milik Amaq

Kendala yang muncul dalam bisnis ini antara lain soal sarana transportasi untuk mengangkut bio-slurry dari titik penjemputan hingga ke pembeli. Solusi yang muncul kemudian adalah menggunakan motor unutk menjemput bio-slurry ke rumah-rumah pengguna biogas yang lokasinya tak begitu jauh dari rumahnya. Sementara transportasi pengangkutan bio-slurry siap jual ke pembeli dilakukan langsung oleh pembeli. Artinya, Amaq tidak mengeluarkan uang dalam proses distribusi bio-slurry ke pembeli.

Amaq Samat berharap apa yang dirintis saat ini dapat terus berkembang. Usaha ini diharapkan tidak hanya menjadi tambahan penghasilan, namun juga memberikan manfaat kepada lingkungan sekitar. Ia bersikukuh ingin mengajak pengguna reaktor biogas lainnya untuk terjun ke dalam bisnis bio-slurry dan memperluas pasar kerja sama dengan PPL setempat untuk promosi bio-slurry ke instansi-instansi lokal terkait seperti Dinas Pertanian.

“Lingkungan menjadi benar-benar bersih, tidak ada lagi tumpukan bio-slurry yang terserak dan mengganggu pemandangan, dan agar pemilik biogas bisa menikmati bio-slurry sehingga hasilnya bisa dinikmati bersama,” pungkasnya. (PR)

6 Juni 2017