Penanganan Limbah melalui Teknologi Biogas

Pada tanggal 7 Februari 2017 telah dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Perum Jasa Tirta (PJT) II dan Rumah Energi terkait pengembangan pilot project teknologi tepat guna (biogas) untuk mengurangi dan mengatasi pencemaran kotoran hewan di Sungai Cisangkuy, Jawa Barat. Penandatanganan dilakukan oleh Djoko Saputro, Direktur Utama PJT II Jakarta, dan Lina Moeis, Executive Director Rumah Energi, yang bertempat di Kantor Perwakilan Perum Jasa Tirta II di Jakarta.

Kerja sama ini berhubungan erat dengan bidang usaha yang saat ini dijalankan oleh PJT II antara lain pengusahaan air, pemeliharaan prasarana pengairan dan ketenagalistrikan, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (perlindungan, pengembangan, dan penggunaan air serta sumber air), dan rehabilitasi prasarana ketenagalistrikan.

Salah satu kewajiban PJT II adalah memelihara kualitas air baku (air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum), karena salah satu konsumen PJT II adalah PDAM. PDAM sendiri tentunya menginginkan air baku yang disuplai oleh PJT II memiliki kualitas yang memiliki standar. Saat ini, kualitas air Sungai Cisangkuy masih tercemar oleh limbah kotoran sapi dari para peternak yang tinggal di sekitar wilayah sungai tersebut.

Berakar dari masalah tersebut, PJT II kemudian bekerjasama dengan Rumah Energi untuk menanggulangi persoalan limbah air sungai yang tercemar. “Kami berupaya untuk mengatasi masalah kotoran sapi ini, dengan berpikir pada waktu itu secara sederhana, bagaimana kotoran ternak ini dengan teknologi diubah menjadi biogas. Bahkan lebih advance lagi bisa menjadi pembangkit listrik,” ujar Djoko Saputro, Direktur Utama PJT II Jakarta, saat menjelaskan hal yang menjadi dasar PJT II menandatangani nota kesepahaman dengan Rumah Energi.

Pengembangan pilot project teknologi biogas ini juga merupakan bentuk kepedulian PJT II dalam melakukan konservasi dengan energi terbarukan. Harapannya adalah ke depan kegiatan ini bisa menjadi contoh penanganan limbah yang juga menjadi masalah PJT II di wilayah sungai lain, yaitu Cibeureum, Bogor. Lebih jauh lagi diharapkan dapat mengatasi limbah penduduk dan limbah industri.

Selain pemanfaatan kotoran ternak menjadi bentuk energi gas, penduduk atau petani dapat memproduksi pupuk berkualitas tinggi dari ampas biogas (bio-slurry). Salah satu tugas PJT II adalah konservasi, dan salah satu bentuk konservasi adalah menanam pohon. Pasokan kebutuhan pupuk untuk tanaman atau pohon akan diambil dari reaktor biogas yang dibangun. Maka, konsumen pupuk sudah tersedia yaitu dari PJT II sendiri.

“Bukan cuma pupuk berkualitas tinggi, tetapi juga bisa menghasilkan listrik. Prinsipnya adalah self-sufficient, bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan operasional dari kegiatan-kegiatan yang dibangun melalui pengusahaan kotoran ternak,” ungkap Djoko Saputro tentang cita-cita dan mimpi yang juga PJT II ke depan yang juga memiliki keinginan di masa akan datang untuk memaksimalkan energi terbarukan sebagai anak usaha baru.

Di lain pihak, Rumah Energi memiliki tujuan untuk memperluas pembangunan reaktor biogas di seluruh Indonesia, selain itu juga mengoptimalkan pemanfaatan bio-slurry sebagai pupuk organik agar memiliki nilai komersial dan menciptakan permintaan dari masyarakat. Terkait dengan kegiatan kerja sama ini, “Harapannya adalah pilot project dapat berjalan dengan baik dan dapat diaplikasikan di sekitar wilayah sungai-sungai lainnya, serta memberikan dampak berlipat yang terasa bagi kedua belah pihak,” terang Lina Moeis, Executive Director Rumah Energi, tentang harapan kerja sama yang terjalin. (KR)

17 Februari 2017