Cahaya untuk Kehidupan

Karya ini mejadi pemenang pertama Green Competition 2013 kategori Feature Writing. Karya tidak berhubungan dengan program BIRU.

Oleh: Adeline Tiffanie Suwana

“Andaikan saya dapat memiliki cahaya terang untuk belajar di rumah saat malam hari,” ujar Andita yang masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar dan tinggal di Cilulumpang, sebuah desa terpencil di kawasan Sukabumi, Jawa Barat.
Di Indonesia, terdapat ribuan anak yang tinggal di pedesaan terpencil dan hanya memiliki batangan lilin untuk belajar pada malam hari. Menurut Bank Dunia, 1.6 milyar penduduk equivalent dengan 20% seluruh populasi dunia tidak mendapatkan aliran listrik, diantaranya lebih dari 70 juta penduduk berdomilisi di Indonesia. Tanpa adanya akses tenaga listrik, masyarakat pedesaan akan kehilangan kesempatan dan kesejahteraan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup, edukasi yang baik, akses untuk perawatan kesehatan serta hal mendasar yang tidak dapat diperoleh secara maksimal tanpa adanya pasokan listrik.

Selain itu, cadangan energi konvensional fosil terbatas dan akan semakin mahal setiap tahunnya. Bahkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi premium di Indonesia sudah meningkat dari Rp4.500/liter menjadi Rp6.500/liter. Tidak hanya harga yang akan semakin meningkat, pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon dan gas metana yang menyebabkan pemanasan global.

Melihat adanya keterbatasan tersebut, saya tergerak untuk melakukan sesuatu. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah?

Peran Energi Terbarukan Masih Kurang
Saya mulai memikirkan masalah-masalah yang harus diatasi untuk menghasilkan solusi yang dapat diterapkan di desa tersebut: Apa yang bisa diberikan untuk desa tersebut sehingga dapat mereka lakukan seterusnya sendiri? Apa yang bisa dilakukan dengan segala keterbatasan saya dan desa tersebut?

Dari ide untuk menghubungi Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga untuk menggunakan lampu portabel yang dinyalakan oleh baterai, saya menyadari bahwa ada hal lain yang dapat saya gunakan – energi terbarukan. Segera saya mencari lebih lanjut mengenai berbagai opsi yang dapat saya lakukan untuk menghasilkan listrik seperti mengunakan energi surya dan energi angin. Namun, kenyataan tidak seindah seperti yang saya bayangkan.

Energi terbarukan yang mengunakan tenaga tata surya tidak terlalu efektif karena letak Desa Cilulumpang yang berada di daerah pengunungan sehingga sering mendung dan tidak mendapatkan banyak sinar matahari. Energi angin pun tidak dapat diimplementasikan dengan baik akibat sedikitnya angin  yang berhembus melalui desa Cilulumpang. Ada pula opsi untuk menerapkan cara menghasilkan listrik melalui proses pembakaran, tetapi hal itu hanya akan menambahkan polusi ke udara akibat pembakaran yang menghasilkan gas metana, sebuah gas yang menurut BBC Climate Change, mempercepat laju pemanasan global 21 kali lipat lebih cepat dari gas karbon dioksida. Ternyata energi terbarukan tidak semudah itu untuk diimplementasikan di berbagai tempat.

Lebih dari itu, mayoritas produsen alat energi terbarukan seperti kincir angin dan panel surya masih berasal dari luar negeri sehingga menyebabkan suplai alat dan bahan untuk membuat mesin energi terbarukan masih minim di Indonesia dan harga pemasangannya masih tergolong mahal. Adapun hasil listrik yang dihasilkan oleh energi terbarukan dijual dengan harga yang lebih mahal; berdasarkan United States Energy Information Administration, tarif listrik per 2009 yang digenerasikan oleh panel surya berkisar antara US$1 – US$3 per watt dibandingkan dengan listrik yang digenerasikan oleh batu bara yaitu US$0,06 – US$0,18.

Ketika sudah hampir putus asa, saya menemukan hal yang luar biasa. Saat saya meninjau  daerah pengunungan Cilulumpang, saya menemukan lereng curam yang memiliki air terjun dengan debit air yang deras. Ternyata setelah saya telusuri lebih jauh, potensi air besar ini berasal dari Air Terjun Curug Dendeng yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dalam jumlah yang besar.

Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air
Berdasarkan hasil penyisiran lokasi, potensi tenaga air ini dapat dibangun pembangkit listrik. Akibat mahalnya harga mesin turbin yang dijual di pasaran, saya memutuskan untuk membuat sendiri pembangkit listrik yang menggunakan konsep dasar, yaitu menggerakan turbin dengan memanfaatkan sumber tenaga air.

Air yang mengalir deras karena perbedaan ketinggian dapat diarahkan dengan jalur air buatan yang berfungsi sebagai pembelok aliran air. Hasil dari arahan air membuat air mengalir lebih deras sehingga dapat digunakan untuk memutarkan turbin yang disambungkan ke generator dan menghasilkan suplai listrik. Untuk mengoptimalkan pendapatan suplai listrik, dapat pula ditambahkan komponen lain seperti nosel atau akumulator yang berfungsi untuk menyimpan energi listrik.
Dengan menggunakan ketinggian air, volume air yang didapat dan kecepatan air yang mengalir di lereng tersebut, desa Cilulumpang mendapatkan lebih dari 6000 Watt yang cukup untuk menyalakan lebih dari 100 lampu bolham. Listrik yang telah dialiri pun dapat digunakan Andita untuk belajar di malam hari dan juga penduduk Cilulumpang mulai dari pemakaian alat elektronik seperti radio, televisi, telepon hingga berbagai kegiatan untuk memutar roda kehidupan di Cilulumpang.

Saat ini sudah terdapat dua desa, yakni Desa Cilulumpang dan Desa Situhiang, yang telah mendapatkan aliran listrik dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga kincir air. Kincir air telah menjadi sumber energi yang berkelanjutan untuk kedua desa tersebut. Aksi hijau dan berkelanjutan yang mengunakan sumber daya alam ternyata mampu menghasilkan dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat pedesaan.

Pengembangan energi terbarukan adalah sebagai upaya sekuriti penyediaan listrik bagi generasi mendatang dan sebagai upaya mitigasi risiko gejolak kenaikan harga minyak dunia serta pemanasan global dan perubahan iklim.  Saya berharap pemerintah yang memiliki segala sumber daya dan dana yang tersedia dapat mengalokasikan dan mengarahkannya ke arah energi terbarukan. Betapa besarnya dampak kehidupan yang dapat dimiliki oleh ribuan anak maupun orang dewasa jika hal itu menjadi kenyataan.

22 Agustus 2013