Sapi Perah Juga Penghasil Energi

Antara Jatim – Usaha ternak sapi perah di Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur tidak hanya menghasilkan produk utama susu segar, tapi juga mampu menghasilkan produk sampingan berupa energi alternatif biogas, serta pupuk organik, sehingga siklus kegiatan peternakan selain mampu meningkatkan nilai ekonomi juga menjaga kelestarian lingkungan.

Keberhasilan tersebut menghantarkan Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) “Setia Kawan” di Desa wonosari, Kecamatan Tutur (Nongkojajar), Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur mendapatkan penghargaan Kalpataru kategori Kelompok Penyelamat Lingkungan.

Sekretaris KPSP “Setia Kawan” Nongkojajar, H. Hariyanto, mengatakan, keberhasilan koperasinya memperoleh Kalpataru karena keberhasilannya mengolah limbah kotoran sapi perah yang melimpah yang dinilai menggangu lingkungan menjadi sumber energi alternatif biogas.

Ia yang juga menjadi penanggung jawab pengembangan biogas menyebutkan, koperasinya kini telah mengolah limbah kotoran sapi perah yang populasinya mencapai 17.765 ekor dengan membangun 883 unit reaktor biogas yang bisa dimanfaatkan sekitar 1.215 rumah tangga.

Sapi perah yang setiap harinya menghasilkan kotoran sekitar 30 kilogram per ekor sangat mengganggu lingkungan dan kesehatan. Berangkat dari rasa keprihatinan tersebut kemudian koperasi merintisnya dengan membangun sejumlah unit reaktor biogas untuk mengolah limbah sapi perah menjadi energi alernatif.

Biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak. Biogas dimanfaatkan untuk bahan bakar genset, lampu penerangan, memasak, serta water heater (pemanas air) yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin.

Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya (bio-slurry) yang jumlahnya melimpah juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat dibutuhkan para petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe paprika, apel, tebu, pembibitan pohon keras, serta rumput Setia, yakni rumput jenis gajah yang daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Sehingga dengan melimpahnya produk pupuk organik juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan peningkatan pendapatan peternak maupun petani.

Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi menebang tanaman keras untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air antara 80 hingga 150 liter. Sementara dari 150 sumber air yang ada sekitar separuhnya sempat kering.

Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nongkojajar yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi.

Hariyanto mengakui keberhasilan koperasinya membina peternaknya menjadi lebih maju bukan pekerjaan yang mudah. Banyak kendala dan tantangan menghadang. Secara kronologis Hariyanto mengungkapkannya, KPSP Setia Kawan yang berdiri tahun 1967 pada awalnya hanya bergerak dibidang penampungan susu segar, simpan pinjam, serta perdagangan dan jasa. Seiring dengan kemajuaan usahanya, perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah.

Diakui peningkatan populasi sapi perah juga berhasil meningkatkan pendapatan peternak.Namun di sisi lain peningkatan populasi sapi perah juga meningkatkan produksi kotoran sapi yang berdampak menimbulkan masalah polusi lingkungan, dan mengganggu kesehatan.

Berangkat dari pertimbangan tersebut maka koperasi kemudian mengajak para anggotanya untuk memanfaatkan kotoran sapi perahnya menjadi energi alternatif melalui proses reaktor biogas. Maka mulai tahun 1989 koperasi merintis membangun 2 unit reaktor biogas skala rumah tangga untuk dimanfaatkan 2 keluarga di Desa Tutur dan Desa Gendro.

Dari hasil percobaan tersebut hasilnya cukup bagus dan layak untuk dikembangkan. Belajar dari pengalaman tersebut kemduian koperasi mengembangkan biogas, karena disamping dapat menurunkan biaya hidup dari ketergantungan terhadap minyak tanah yang semakin mahal juga menghentikan kegiatan perambahan hutan untuk mencari kayu bakar.

Di sisi lain pemanfaatan biogas juga mampu meningkatkan kebersihan dan kesehatan, sehingga koperasi mengembangkan energi alternatif biogas lebih luas lagi di seluruh Wilayah Kecamatan Tutur (Nongkojajar). Bahkan sampai saat ini juga telah berkembang sampai ke luar wilayah di Kabupaten Pasuruan dan luar Kabuoaten Pasuruan dengan jumlah yang telah terbangun mencapai 883 unit yang bisa dimanfaatkan oleh 1.253 rumah tangga.

Keberhasilan koperasi mengembangkan pemanfaatan kotoran sapi perah menjadi energi alternatif biogas juga memberikan dampak lainnya yang cukup luas, seperti pengembangan tanaman rumput Setia sebagai bahan baku pakan ternaknya, serta penyelamatan sumber mata air yang sangat dibutuhkan oleh para peternak, maupun lahan pertanian di sekitarnya.

Disebutkan, untuk menyelamatakan sumber mata air, para peternak juga melakukan berbagai kegiatan diantaranya, membuat pembibitan tanaman keras yang telah dirintisnya sejak 1995 lalu telah mencapai 2.900 batang berupa bibit sengon, sonokeling, serta mahoni yang telah ditanam di sekitar sumber mata air di Desa Gendro.

Kegiatan penanaman juga dikembangkan ke desa lainnya, seperti Tlogosari, dan Tutur sehingga bibit tanaman keras yang telah tertanam juga meningkat mencapai 97.250 batang. Kegiatan penanaman tersebut disamping untuk penyelamatan sumber mata air juga dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan banjir.

Semakin bertambahnya populasi sapi perah di Kecamatan Tutur dan sekitarnya, koperasi juga terus berupaya mencukupi kebutuhan pakan ternak yang berkualitas dengan melakukan budidaya tanaman rumput Setia yang memiliki protein dan produksi yang tinggi dibanding dengan jenis rumput gajah lainnya. Tanaman rumput setia yang dirintis sejak tahun 2004 dengan luas 2 hektare di Desa Tutur Kecamatan Tutur kini telah berkembang mencapai 327,5 hektare di berbagai desa di Nongkojajar.

Seiring dengan perkembangan pembangunan reaktor biogas, meningkatkan pula produksi bio-slurry yang dihasilkan dari limbah buangan reaktor biogas. Sehinggga peningkatan produksi bio-slurry dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik.

Dari hasil uji coba diketahui kandungan nutrisi pupuk organik cukup bagus untuk diaplikasikan pada tanaman, seperti tanaman cabe paprika, tanaman apel, sayur mayur, bunga krisan, tanaman obat-obatan keluarga, serta tanaman keras lainnya, baik untuk kalangan peternak maupun diperdagangkan ke luar Kabupaten Pasuruan.

Sehingga produksi pupuk organik yang dirintis sejak tahun 2005 di Desa Blarang Kecamatan Tutur yang dilakukan oleh Kelompok Tani Subur Makmur diikuti pula oleh beberapa kelompok tani di desa lain yang produksi pada awal tahun 2005 hanya 385 ton, kini sudah berkembang mencapai 2.710 ton.

Seiring dengan berkembangnya ternak sapi perah di seluruh wilayah Kecamatan Tutur,koperasi juga membangun pusat pelatihan peternakan sapi perah “Sekar Sari Setia Kawan” di Desa Wonosari. Pusat pelatihan yang didirikan pada 1987 dimaksudkan membantu peternak lain mengembangkan ilmunya lebih jauh agar lebih mudah, nyaman, dan memahami tentang pengembangan sapi perah yang ideal.

Dengan berdirinya pusat pelatihan ini diharapkan semua peternak/anggota KPSP dapat mengikuti secara bergantian, disamping itu juga masyarakat umum dan pelajar baik dari Kec Tutur maupun luar Kabupaten Pasuruan.

Sehingga sejak tahun 2011 KPSP Setia Kawan Nongkojajar dipercaya oleh Negara Timor Leste untuk kerja sama pelatihan peternakan sapi perah sampai dengan pengelolaan lingkungan seperti pengembangan biogas, pembuatan pupuk organik, dan budidaya rumput setia, selama 1 tahun dan bersamaan dengan perwakilan dari Provinsi Sulawesi Selatan.

Disamping itu juga banyak tamu dari negara-negara sahabat dan pihak donor untuk melihat langsung kondisi, perkembangan dan keberhasilan yang dilakukan KPSP Setia Kawan Nongkojajar dalam pengembangan ternak sapi dan pengelolaan lingkungannya. Adapun peserta pelatihan sampai sekarang sudah mencapai sebanyak 9.000 orang.

KPSP Setia Kawan mulai 2010 juga mendirikan sarana pembelajaran pengoperasionalan biogas dan pembuatan pupuk organik di lokasi wisata Bhakti Alam Desa Ngembal.Peserta pembelajaran dari waktu ke waktu juga mengalami kenaikan terutama Hari Minggu dengan jumlah pengunjung rata-rata 1.000 orang.

Atas keberhasilan KPSP Setia Kawan Nongkojajar mengembangkan peternakan sapi perah dengan wawasan lingkungan, maka Hariyanto sebagai penanggung jawab pengembangan biogas di Nongkojajar menjadi meningkat kesibukannnya karena seringnya mendapat undangan untuk menjadi narasumber di berbagai daerah di Indonesia.

Kegiatan pengembangan biogas yang semula hanya dilakukan di wilayah Nongkojajar terus berkembang hingga di luar wilayah, seperti Puspo, Pasrepan, Grati, Prigen, di Kabupaten Pasuruan, serta di luar Pasuruan seperti Wligi Blitar, Batu, dan Mojokerto. Bahkan atas permintaan Kementria ESDM Hariyanto juga diminta membantu untuk mengembangkan biogas di Tanjung Pinang Riau, Makassar, serta Sumbawa.

Ini bukti bahwa limbah yang sering menjadi masalah jika dikelola dengan baik bisa menjadi berkah. (Musyawir)

5 Juni 2012