Bahan Baku Mudah Didapat, Pemanfaatan Biogas Masih Minim

Galamedia – Pemanfaatan Biogas untuk bahan bakar rumah tangga
di Indonesia masih minim. Padahal bahan baku yang bisa dimanfaatkan
sebagai biogas relatif mudah didapat karena banyak ditemukan di sekitar
lingkungan rumah tangga.

‘Bahan baku biogas itu bisa berasal
dari sampah rumah tangga, eceng gondok, kotoran sapi, sampai kotoran
manusia juga sebenarnya bisa diolah menjadi bahan bakar ramah
lingkungan,� kata Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ir. Ratna Ariati di
sela-sela peluncuran biogas kotoran sapi di Kp. Pamecelan, Desa
Sukajaya, Kecamatan Lembang, Kab. Bandung Barat, Kamis (13/12).

Dijelaskannya,
biogas dari kotoran manusia atau lebih dikenal dengan kotoran WC, sudah
mulai dilakukan di sejumlah pesantren. Kotoran WC itu dimanfaatkan
sebagai biogas untuk bahan bakar. Begitu pun dengan sampah, bisa
dimanfaatkan sebagai biogas. Di Bali sampah telah dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik.

“Untuk sekarang memang belum ada yang
memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai biogas rumah tangga. Tapi jika
untuk pembangkit listrik saja bisa, apalagi buat bahan bakar rumah
tangga,� tuturnya.

Menurutnya, pemakaian biogas merupakan
salah satu alternatif dalam mengurangi penggunaan minyak tanah maupun
sumber energi terbatas lainnya. Biogas adalah salah satu pilihan energi
terbarukan yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
“Dengan reaktor
biogas, pengguna tidak perlu lagi mengunakan bahan bakar kayu, minyak
maupun gas untuk keperluan memasak, sehingga pengeluaran pun dapat
dihemat,� tuturnya.

Bantuan Belanda

Sementara
itu, Kepala Divisi Ekonomi dan Perdagangan Kedutaan Besar Belanda di
Jakarta, Ben Witjes menambahkan, pemerintah Belanda menginvestasikan 500
juta euro untuk pengembangan energi terbarukan di seluruh dunia.

Sebagian
dari investasi tersebut diimplementasikan oleh Hivos (lembaga donor
Belanda) dalam bentuk program Biogas Rumah (BIRU). Program yang
ditujukan untuk mengembangkan potensi sektor biogas di Indonesia.

“Program
ini menargetkan pengembangan sektor biogas dengan konstruksi 8.000 unit
reaktor di  6 provinsi di Indonesia. Salah satunya provinsi Jawa
Barat,� kata Ben Witjes.

Program BIRU menggunakan reaktor
kubah beton. Desain ini sudah digunakan di Nepal dan dapat bertahan
lebih dari 20 tahun. Dengan 3-4 ekor sapi, peternak dapat menggunakan
reaktor 6 m3. Untuk volume tersebut, biogas dapat digunakan selama 6 jam
dengan biaya konstruksi Rp 6,5 juta.

Pengawas Koperasi
Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat, Jajang Sumarna
mengatakan, reaktor BIRU yang diperkenalkan Hivos jauh lebih tahan lama
ketimbang reaktor yang dikembangkan selama ini. Pasalnya reaktor yang
ada sekarang menggunakan bahan baku plastik sehingga mudah rusak.

“Reaktor dari plastik dipatuk ayam saja sudah bocor,� kata Jajang.

Harga
reaktor BIRU mencapai Rp 6,5 juta/unit. Pemerintah Belanda memberikan
subsidi sebesar Rp 2 juta, sedangkan sisanya dibayar peternak sapi
dengan cara dicicil selama 2 tahun.

“Kalau melihat kehanan
reaktor BIRU yang mencapai 20 tahun, saya berpendapat harganya sebanding
dengan kualitas, dibandingkan dengan reaktor berbahan baku plastik yang
harganya dibawah Rp 1 juta, tapi mudah rusak,� kata Jajang. (B.104)**

(Sumber: Galamedia, 4 Desember 2009, halaman 3)

4 Desember 2009