
Siang itu kami memergoki Anah (46) sedang sibuk memilah cacing yang
siap untuk dipanen. Tangannya terampil dan tampak wajah yang sangat
menjiwai pekerjaannya. Anah yang merupakan warga Desa Sunten Jaya,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, telah berkecimpung dalam
meningkatkan nilai manfaat bio slurry sebagai media budidaya cacing dan
manfaat bio slurry sebagai nutrisi bagi budidaya Lemna.
Suaminya,
Asep Rukmana (55), telah melakoni usaha ternak sapi perah sejak
tahun 1993. Sebelum memiliki biogas BIRU, selain berperan sebagai
istri, Anah juga sering membantu kegiatan suaminya dalam melakukan
kegiatan pertanian dan kegiatan ternak sapi perah seperti memupuk
tanaman, mengambil rumput, memerah sapi, dan mengambil kayu bakar. Waktu
dihabiskan untuk membantu kegiatan-kegiatan di atas kurang lebih selama
enam jam setiap harinya.
Semenjak memiliki biogas pada tahun
2012, waktu yang dibutuhkan untuk membantu suaminya berkurang sekitar
dua jam setiap harinya karena Anah tidak lagi pergi untuk mencari kayu
bakar. Waktunya ia manfaatkan untuk mengurus dan mengantar jemput
cucunya sekolah. Selain memiliki banyak waktu untuk keluarga, manfaat
lain dirasakan pada awal-awal memiliki biogas adalah berkurangnya
pengeluaran rumah tangga untuk pembelian gas elpiji dan pengeluaran
pembelian pupuk kandang.
Setelah kondisi kesehatannya menurun
akibat penyakit jantung yang dideritanya, kini Anah tidak lagi banyak
bekerja membantu kegiatan suaminya dalam kegiatan tani dan ternak. Untuk
mengisi waktu dan membantu suami dalam mendapatkan penghasilan
tambahan, satu tahun terakhir ini Anah mencoba untuk meningkatkan nilai
manfaat dari bio slurry sebagai media budidaya cacing. Adapun cacing
yang dibudidayakannya adalah cacing jenis Lumbricus. Menurutnya, selain
baik untuk media tumbuh, bio slurry segar (red: baru keluar dari outlet)
juga baik untuk pakan cacing. Setiap minggunya, Anah mampu menghasilkan
Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- dari hasil penjualan cacing dan
pupuk kascing (red: pupuk bekas media cacing).
"Kalau dulu saya
selalu menerima uang yang diberikan oleh suami, kini saya memiliki
pendapatan yang langsung diterima dan dikelola oleh saya," ungkapnya
sambil terbahak saat ditanya siapa yang menyimpan atau menerima uang
hasil panen cacingnya.
Ketika ditanya apakah uang yang didapat
olehnya dibelanjakan hanya untuk kebutuhan, dengan nada mantap Anah
menjawab. "Tidak kang, saya pakai untuk biaya ongkos harian anak sekolah
dan sedikit saya simpan." jawabnya.
Kemudian, ketekunan Anah
dalam mengelola budidaya cacing telah menginspirasi ibu-ibu di sekitar
tempat tinggalnya untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari
budidaya cacing dan turut serta dalam pelestarian lingkungan. "Sekarang
orang telah memanfaatkan kotoran sapi dan tidak lagi membuangnya ke
sungai," tutur Anah yang tinggal di bantaran hulu Sungai Cikapundung.
Selain
membudidayakan cacing, saat ini Anah sedang mencoba untuk lebih
meningkatkan manfaat bio slurry sebagai nutrisi untuk tanaman Lemna
(red: Kayambang (bahasa lokal)). Segera setelah mendapatkan sosialisasi
mengenai Project GADING (red: project yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan kapasitas petani/peternak dalam pertanian terintegrasi
yang berkelanjutan melalui pemanfaatan bio slurry dan Lemna sebagai
tanaman bernutrisi tinggi). Anah tertarik untuk mencoba budidaya Lemna.
Ada
dua alasan yang mendorong Anah dan suami berkeinginan untuk mencoba
budidaya Lemna. Pertama, karena Anah telah memelihara ikan dan menurut
informasi didapat pada saat sosialisasi Porject GADING, Lemna sangat
baik bagi pakan ikan. Dengan adanya ketersedian pakan, Anah juga
berkeinginan untuk meningkatkan budidaya ikan dari hanya konsumsi rumah
tangga menjadi motif tambahan ekonomi.
"Dulu saya sering memberi
pakan ikan dengan konsentrat sapi, sekarang saya kasih Lemna ternyata
ikannya mau makan dan tumbuh kembang," tambahnya.
Kedua, dengan
kandungan protein tinggi yang dimiliki oleh Lemna, diharapkan dapat
menjadi asupan protein alternatif bagi pakan sapi untuk mengurangi
pengeluaran biaya konsentrat.
"Bayangkan kang, satu ekor sapi yang
sedang diperah memakan 12 kg konsentrat per hari. Harga konsentrat Rp.
3.000/kg. Kalau kita bisa mengurangi 1 kg/hari untuk pengeluaran
konsentrat dan bisa digantikan oleh Lemna, tentu akan menekan
pengeluaran pakan," Jelasnya rinci, ketika ditanya biaya konsentrat yang
harus dikeluarkan untuk satu ekor sapi.
Suami Anah telah
mencoba beberapa kali memberikan Lemna pada sapi (±500 gram) dengan cara
dicampur konsentrat dan hasilnya tidak memiliki dampak buruk baik bagi
kesehatan sapi maupun kualitas susu.
"Kalau saya berhasil dalam
budidaya Lemna dan memberikan dampak perekonomian keluarga, pasti
tetangga akan ikut budidaya," pungkasnya saat mengakhiri obrolan.