Kasus antara Hivos dan PT. Nestlé Indonesia

Kasus antara Hivos dan PT. Nestlé Indonesia

Studi kasus ini menyoroti contoh kerjasama antara Pemerintah dan Swasta yang berinvestasi dalam infrastruktur pertanian atau berbagai layanan yang membawa manfaat bagi para petani skala kecil. Pada Program Biogas Rumah Indonesia (IDBP), Hivos bekerjasama dengan Nestlé untuk mendukung peternak susu sapi berskala kecil untu berinvestasi dalam ketel adukan hayati (bio-digester) sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak yang terjangkau dan berkelanjutan dengan sumberdaya yang tersedia di tingkat lokal. Proyek dengan pelaku berbagai pihak telah membawa pada pembangunan hampir 9.000 biodigester, di mana 5.000 di antaranya diperuntukkan untuk para pemasok susu ke Nestlé.

Program Biogas Rumah Indonesia (IDBP)

Fasilitas biogas rumah mengubah pupuk kandang dan bahan organik beragam lainnya menjadi gas bahan bakar methane, yang juga dikenal sebagai biogas. Fungsi penggunaannya sangat beragam, dari kompor gas sederhana untuk keperluan memasak hingga lampu untuk pencahayaan. Ampas yang dihasilkan dari proses ini dapat dengan mudah dikumpulkan dan dapat didayagunakan sebagai pupuk organik untuk meningkatkan hasil tanaman. Rata-rata, petani dengan dua ternak sapi dapat menghasilkan biogas dengan jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan untuk memasak dan kebutuhan pencahayaan rumah tangga.

Meskipun kelayakan teknis dari teknologi biogas berskala kecil telah berulang kali dibuktikan di beberapa negara Asia, distribusi teknologi ini secara massal belum dapat tercapai di Indonesia. Belajar dari pengalaman di seluruh dunia, IDBP adalah pendekatan pertama skala besar yang melibatkan banyak pemangku kepentingan untuk mendukung sektor biogas berbasis pasar di Indonesia.

IDBP yang juga dikenal dengan program BIRU, diimplementasikan oleh Hivos, bekerja secara erat dengan Kementrian ESDM dan Organisasi Pembangunan SNV Negeri Belanda. Fase pertama (2009-2012) telah mendapatkan pendanaan dari kedutaan Belanda di Indonesia. Nestlé Indonesia memfasilitasi akses kepada jejaring koperasi peternaknya dan memberikan pinjaman kepada individu petani. Program ini berusaha untuk menyebar luaskan 8.000 ketel pengaduk biogas sebagai sumber energi berkelanjutan di tingkat lokal dengan mengembangkan sektor komersial berbasis pasar yang juga membuka lapangan kerja dan peluang usaha untuk para tukang bangunan dan organisasi mitra dalam bidang konstruksi.

Hivos mengembangkan sektor biogas di Indonesia dengan membentuk dan mengembangkan mitra dalam bidang konstruksi, namun juga mengembangkan pasar biogas dengan memberikan insentif investasi kepada para peternak, tidak lebih dari 40% dari harga sebuah ketel pengaduk. Tingkat insentif ini didasarkan pada hasil investasi yang diharapkan untuk peternak. Peternak yang berinvestasi dalam bidang biogas dapat kembali modal dalam waktu tiga tahun apabila rumah tangga tersebut hanya menggunakan biogas, dan bahkan dalam waktu dua tahun apabia ampas biogas diaplikasikan dengan semestinya (yang membawa pada peningkatan panen dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia). Sebuah ketel pengaduk dapat memberikan manfaat bagi penggunanya untuk jangka waktu 15 hingga 20 tahun dengan biaya perawatan minimum.

Proses Kemitraan

Pada tahun 2008, sebuah studi kelayakan IDBP mengidentifikasi sektor peternakan sapi perah di provinsi Jawa Timur sebagai daerah sasaran dengan potensi yang sangat besar. Sektor petani susu perah terorganisir dalam berbagai koperasi dengan tingkat organisasi yang tinggi dan para peternak ini memiliki alur pendapatan yang stabil dari pengiriman susu harian mereka. Keadaan ini memungkinkan meeka untuk berinvestasi skala kecil dengan menggunakan uang pinjaman, yang dibayar kembali melalui cicilan bulanan. Untuk memungkinkan akses proyek yang luas kepada fasilitas pinjaman dari para pengguna biogas ini, IDBP membuat perjanjian dengan Rabobank Foundation. Pada prakteknya, tampaknya sulit bagi para petani di sebagian wilayah sasaran IDBP untuk mengakses pinjaman, oleh karena keterbatasan jumlah organisasi keuangan mikro tingkat lokal yang dapat memenuhi kriteria pinjaman yang diterapkan oleh Rabobank Foundation.

Menjelang akhir tahun 2009, Rabobank Foundation memperkenalkan Kantor Regional Hivos Indonesia kepada Nestlé Indonesia. Pendekatan skala besar untuk penyebarluasan biogas yang dilakukan oleh Hivos menarik untuk Nestlé dan basis para pemasoknya. Nestlé telah mencoba untuk bergabung dengan UNDP, yang mengelola program biogas kecil, namun kolaborasi yang dijalankan tidak berjalan baik. Nestlé mempertimbangkan syarat-syarat pinjaman dan tingkat bunga Rabobank, namun malah memutuskan untuk menjalin kemitraan dengan Hivos, sehingga dengan demikian mengalokasikan dana perusahaan untuk memungkinkan pemberian pinjaman dengan tingkat bungan nol persen kepada para pemasoknya. Kedua organisasi mengambil kesempatan untuk bekerja bersama-sama, dengan menggabungkan kepentingan bersama dalam menyebarluaskan teknologi biogas diantara koperasi para peternak. Hivos memberikan keahlian dan kapasitas manajemennya untuk memastikan dibangunannya digester dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi untuk koperasi. Nestlé memastikan didapatkannya akses kepada pinjaman dan mendorong jejaring koperasi yang terdiri dari tigapuluh lima peternak sapi untuk berinvestasi dalam teknologi biogas di provinsi Jawa Timur.

Strategi Pendanaan

Kemitraan ini didasarkan pada konsep pendanaan dimana Nestlé sebagai pembeli susu menyediakan pendanaan kepada para pemasoknya dengan tingkat bunga nol persen. Para mitra konstruksi Hivos menawarkan layanan pembangunan digester biogas pada tingkat harga yang terjangkau dan disubsidi, memungkinkan para peternak untuk berinvestasi dengan tingkat resiko yang rendah. Model kerjasama dalam layanan konstruksi biogas semata-mata berdasarkan pada kesepakatan untuk bekerja bersama-sama tanpa adanya pertukaran dana antara Hivos dan Nestlé. Awalnya, Nestlé menyediakan dana satu juta dolar sebagai dana bergulir, yang telah ditingkatkan menjadi 3,1 juta dolar. Untuk Nestlé, kerjasama dengan Hivos memiliki kesesuaian yang sangat tinggi dengan program CSR nya yang disebut Creating Shared Value (CSV)/ Menciptakan Nilai Bersama, yang meletakkan fokus utama pada nutrisi, air, dan pembangunan daerah pedesaan. Nestlé secara aktif mempromosikan penggunaan biogas, tidak hanya untuk memodernisir praktek-praktek peternakan sapi, namun juga untuk memperkuat hubungannya dengan koperasi para peternak dan citra perusahaannya.

Investasi awal dalam bidang pembangunan di sektor biogas berjumlah besar. Dana digunakan oleh Hivos untuk membiayai seleksi, pelatihan, dan pedoman organisasi mitra dalam bidang konstruksi (CPO), melaksanakan inspeksi, dan mengelola sistem monitoring komprehensif dan untuk mengelola program dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah Indonesia (Kementrian ESDM dan entitas pemerintah daerah). Berbagai aktivitas penting lainnya adalah berbagai aktivitas promosional, pelatihan untuk pengguna (operasional dan manajemen) dan bio slurry (ampas biogas) dan serangkaian aktivitias jejaring pengetahuan. Sementara pendanaan yang diberikan oleh Pemerintah Belanda akan berakhir menjalang tahun 2013, program EnDev (Energizing Development) dari GIZ akan memungkinkan Hivos dan para mitranya untuk melanjutkan semua aktivitas pengembangan sektor biogas. IPBD berencana untuk membangun 26.000 digester lagi pada fase kedua periode 2013-2016. Nestlé telah menyatakan komitmennya untuk terus membiayai pinjaman untuk merengkuh paling tidak 50% dari 33.000 pemasok susunya di Jawa Timur.

Aktivitas-Aktivitas Penting

IDBP meletakkan fokusnya pada proses implementasi melalui pendekatan pengembangan sektor dengan banyak pemangku kepentingan, yang menciptakan sektor biogas berbasis pasar, yang melibatkan kontraktor dan tukang bangunan yang mendapat pelatihan di tingkat lokal yang didukung oleh berbagai lembaga pelatihan kejuruan. Biaya untuk membangun digester biogas tidak murah, sehingga untuk mengurangi hambatan biaya, para peternak perlu mendapatkan akses ke fasilitas pinjaman dengan tingkat bunga rendah. Peran LSM-LSM yang bergerak dalam pembangunan kawasan pedesaan, koperasi peternak susu di samping juga pemerintah dan lembaga pertanian swasta serta layanan penyuluhan peternakan diintegrasikan ke dalam program ini.

Sejak awal proyek IDBP, sudah jelas bahwa koperasi peternak susu dapat memenuhi peran kunci dalam sektor biogas sebagai organisasi mitra konstruksi (CPO). Bahan koperasi berskala kecil dapat memainkan peran dengan menjamin fasilitas pinjaman pada para peternak mereka dan mengelola proses pembayaran kembali pinjaman melalui pengiriman susu dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun. Nestlé memiliki jaringan pemasok susu aktif (koperasi) yang memiliki anggota 33.000 peternak. Sepuluh dari keseluruhan koperasi tersebut memiliki perjanjian keikutsertaan dengan Hivos sebagai Organisasi Mitra Konstruksi (CPO).

Koperasi, baik yang dikategorikan sebagai CPO maupun non-CPO berhak untuk menerima pinjaman dalam jumlah besar dari Nestlé yang didedikasikan untuk digunakan dalam konstruksi digester biogas. Koperasi non-CPO dipandang sebagai Organisasi Mitra Penyalur Pinjaman (LPO) dengan peran untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman dalam jumlah besar yang diberikan oleh Nestlé, dengan mempromosikan biogas kepada para anggotanya dan memastikan bahwa semua peternak yang telah berinvestasi dalam digester biogas akan secara tertib membayar cicilan mereka.

Hingga penghujung tahun 2012, insentif investasi yang berkisar antara 23% hingga 40% telah ditawarkan kepada para petani, yang tergantung pada ukuran digester yang dibangun. Program ini memberikan subsidi rata (insentif investasi) sebesar USD 200 per digester. Pinjaman rata-rata berkisar Rp 5.000.000 atau USD 500). Koperasi membayarkan kembali pinjaman kepada Nestlé tingkat pengembalian pinjaman yang mencapai 100%. Sejak bulan Januari 2013, harga pasar digester telah disesuaikan ke atas dengan rata-rata harga pasar saat ini yang mencapai Rp 7.500.000 dan subsidi campuran (pemerintah dan Hivos) sebesar Rp 3.000.000 (40% dari harga pasar), yang membutuhkan nilai pinjaman rata-rata sebesar Rp 4.500.000 atau USD 450.

Secara berangsur-angsur banyak koperasi yang memasok susu ke Nestlé menjadi organisasi mitra konstruksi dan telah berkembang menjadi para pemain terkemuka di sektor biogas Indonesia. Saat ini, sekitar 40 organisasi mitra konstruksi dan 3 organisai mitra manufaktur (produsen kompor biogas, lampu, dan peralatan lainnya) dalam kondisi aktif. Sekitar 500 tukang bangunan telah mendapatkan pelatihan. Koperasi-koperasi tersebut telah berhasil memproduksi sekitar 5.500 bio digester antara akhir tahun 2009 dan April 2013, lebih dari 80% dari produksi bio digester tersebut didanai oleh Nestlé. Output digester dari koperasi-koperasi ini sekitar 65% dari total output dari Indonesian Domestic Biogas Programme (5.500 dari 8.700 menjelang akhir April 2013).

Kelayakan untuk Reproduksi dan Potensi untuk Peningkatan

Studi kelayakan yang dilaksanakan pada tahun 2008 mengindikasikan potensi teknis dari penyediaan biogas rumah sebanyak 1 juta unit di Indonesia. IBDP telah menyimpulkan bahwa potensinya bahkan lebih tinggi dan dapat mencapai 2 juta unit. Namun faktor-faktor yang menyangkut keterjangkauan dan kehendak untuk membayar perlu perhatian lebih lanjut untuk dapat memberi penilaian yang pantas dari potensi pasar biogas.

Masih ada ruang lingkup untuk meningkatkan kerjasama dengan Nestlé, dengan potensi sekitar 15.000 peternak dari total 33.000 pemasok yang memenuhi kriteria untuk memiliki digester biogas (jumlah sapi yang mencukupi, sanggup untuk membiayai, karakteristik lokasi, dll).

Dalam jangka panjang prospek peningkatan jumlah program biogas secara keseluruhan hanya terbatas apabila program ini hanya meletakkan fokusnya pada sektor peternakan sapi perah. Oleh karena itu penyuluhan ke sektor-sektor lainnya, seperti sapi potong, ayam, dan bahkan babi mungkin perlu dipertimbangkan. Dalam konteks yang sedemikian berbeda, mekanisme finansial perlu dipertimbangkan kembali, oleh karena cicilan reguler seperti pada sektor sapi perah sulit untuk diaplikasikan pada sektor di luar sapi perah, oleh karena para peternak ini cenderung untuk bergantung pada penjualan yang bersifat insidental. Replikasi pendekatan yang melibatkan para pembeli susu merupakan satu pilihan, yang akan membutuhkan proses pengetahuan yang seksama mengenai semua kegiatan usaha yang menyangkut biogas.

Rencana Cadangan

Konsep awal untuk mengembangkan sektor biogas berbasis pasar mengantisipasi rencana cadangan yang ditandai dengan aktor-aktor (organisasi mitra konstruksi), yang mampu untuk mengembangkan bisnis biogas mereka dari permintaan yang tercipta di antara para peternak dan kelompok sasaran lainnya yang relevan.

Menteri ESDM sedang mempertimbangkan berbagai opsi untuk peningkatan yang lebih cepat dengan memberikan subsidi yang lebih besar atau paling tidak pasar yang tersegmentasi, di mana kelompok sasaran tertentu mendapatkan tingkat subsidi yang lebih tinggi. Ini akan membuka akses yang lebih cepat pada energi terbarukan untuk banyak rumah tangga peternak, namun akan membatasi kemungkinan untuk mengembangkan sektor biogas yang berbasis pasar. Diskusi intensif tentang perkembangan ke depan masih terus berlangsung.

Berbagai tantangan dan pelajaran yang dapat dipetik

1. Kemitraan bersama Nestlé bersifat unik dalam artian tidak ada pergerakan dana di antara dua mitra, namun hanya penggabungan kelompok target;

2. Hal tersebut tetap menjadi tantangan untuk Nestlé dan Hivos untuk menjangkau segmen peternak yang lebih miskin, oleh karena investasi yang diperlukan oleh rumah tangga peternak cukup tinggi, meskipun Hivos menyediakan insentif investasi;

3. Kerjasama tersebut memberikan Hivos dengan wawasan yang baru dalam agenda CSR perusahaan, yang umumnya menggabungkan komitmen perusahaan yang cerdas dengan pembangunan dan dilain pihak menggunakan semua aktivitas yang dilakukan untuk mempromosikan perusahaan secara gencar;

4. Dengan demikian ada kebutuhan akan kesepakatan yang jelas menyangkut strategi pemaparan selama berlangsungnya kerjasama. Pada prakteknya sulit bagi kedua mitra untuk menjaga kesepakatan pemaparan yang seolah-olah tampak jelas di awal, namun semakin berbaur begitu kerjasama berlanjut. Sulit contohnya untuk Nestlé untuk memperkenalkan dirinya dengan kedutaan Belanda sebagai donor, oleh karena identitas yang melekat padanya sebagai perusahaan yang berasal dari Swiss, sementara Hivos diharapkan untuk menyajikan IDBP sebagai program yang berasal dari Negeri Belanda.

5. Dilema antara peningkatan skala distribusi secara cepat di satu pihak atau menjaga basis pasar di lain pihak tetap menjadi bahan diskusi.

Robert de Groot

Manajer Program, Indonesian Domestic Biogas Program/Hivos

[email protected]