Bandung Kompas – Pemerintah Kerajaan Belanda melalui kedutaan besarnya di Indonesia memberikan bantuan Rp 16 miliar untuk pembangunan 8.000 unit reaktor biogas rumah. Biogas rumah atau “biru” tersebut memanfaatkan kotoran sapi.
Pembangunan biogas rumah yang ramah lingkungan tersebut untuk mendorong penggunaan energi terbarukan sekaligus mengurangi konsumsi bahan bakar fosil.
Programme Manager Indonesia Domestic Biogas dari Hivos, lembaga swadaya masyarakat yang mengoordinasi pengembangan program “Biru di Indonesia”, Robert de Groot, mengatakan biogas rumah tersebut sasarannya adalah para peternak sapi perah di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
“Setiap peternak yang membangun biogas rumah akan mendapat subsidi Rp 2 juta”, kata Robert de Groot.
Kepala
Divisi Ekonomi dan Perdagangan Kedutaan Besar Belanda Renate Th Pors
menambahkan, peternak menjadi sasaran program karena bahan bakunya
berupa sapi melimpah. Sebagian kotoran dimanfaatkan untuk kepentingan
mereka sendiri.
“Pemberian subsidi diharapkan bisa mendorong peternak untuk membangun biogas rumah serta merawatnya dengan baik,” ujarnya.
Kubah Beton
Robert mengatakan program Biru dikembangkan dengan menggunakan reaktor kubah beton karena lebih kokoh dan tahan dibandingkan plastik yang sudah banyak digunakan selama ini. Desain tersebut sudah diaplikasikan di Nepal dan mampu bertahan di iklim subtropis hingga 20 tahun.
Biaya
pembuatan reaktor biogas bervariasi tergantung dari jumlah kepemilikan
sapi. Untuk peternak yang memiliki 3-4 ekor sapi misalnya, dapat membuat
reaktor biogas berkapasitas 6 meter kubik dengan biaya Rp 6,3 juta.
‘Karena
telah disubsidi Rp 2 juta, peternak tinggal membayar Rp 4,3 juta saja
dan dapat dimanfaatkan selamanya,” ujar Robert de Groot.
Untuk reaktor biogas berukuran 6 meter kubik, dibutuhkan kotoran sapi sebanyak 45 kilogram per hari. Ini dapat menghasilkan 1,5 meter kubik gas per hari atau setara dengan penggunaan kompor selama enam jam per hari tanpa henti. Dalam program ini, volume reaktor biogas terbesar yang ditawarkan berukuran 12 meter kubik dengan biaya konstruksi sebesar Rp 8,8 juta.
Dalam kesempatan itu,, Direkur Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Ratna
Ariati mengatakan, pemerintah sangat mendukung program Biru tersebut.
Sesuai dengan peraturan presiden nomor 5 tahun 2006, pemerintah
menargetkan penggunaan energi terbarukan pada tahun 2015 bisa mencapai
15 persen dari keseluruhan konsumsi energi nasional.
“Saat ini
penggunaannya belum mencapai 1 persen. Kami berharap pemanfaatan energi
terbarukan dapat dimulai dari skala masyarakat terkecil, yakni keluarga.
Lembang merupakan salah satu potensi besar karena setidaknya terdapat
6.000 peternak sapi perah di daerah ini,” ujarnya.
Teja
Harjaya biogas engineer CV Khasanah Bahari, yang menjadi pelaksana
konstruksi program Biru ini mengatakan, setelah diolah dalam reaktor,
biogas yang dihasilkan dari kotoran hewan sama sekali tidak berbau
seperti layaknya bahan gas pada umumnya. Pihaknya memberi garansi
ketahanan konstruksi hingga tiga tahun pada para konsumen.
“Kami juga
berharap pembuatan konstruksi reaktor biogas rumah tangga mendapat
Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan demikian, masyarakat bisa lebih
percaya dan tertarik.”
(Sumber: Kompas (cetak), 4 Desember 2009, halaman 13)