Konsistensi Mitra Pembangun Biogas Rumah (BIRU)

Suara las listrik dan mesin potong logam terdengar saling beradu di Bengkel Grindulu 31 di daerah Bunul, Kota Malang, Jawa Timur. Terlihat seorang tukang sedang mengelas besi untuk mixer biogas, yang lainnya sedang memotong besi untuk garpu mixer, seorang lagi terlihat sedang mengemas menggunakan kayu untuk apliansi biogas yang akan dikirimkan ke luar Pulau Jawa. “Maaf berisik ya, maklum lagi ada garapan,” ujar Iwan Atmojo saat memulai obrolan. “Saat ini lagi sibuk memenuhi pesanan dari Gorontalo, proyek biogasnya sebentar lagi sudah mau jalan, makanya apliansi ini sudah harus saya kirimkan dalam minggu ini. Alhamdulillah aja wis, di saat permintaan pembangunan biogas di sini sedang sepi saya masih dapat rejeki dari pesanan apliansi biogas untuk proyek biogas di luar Jawa. Lumayan gawe nyambung urip pekerja di sini,” lanjut Iwan. Di luar ruangan memang terlihat beberapa tumpukan  kompor, manometer, waterdrain yang sudah dikemas menggunakan kayu dengan rapi.

Iwan Atmojo adalah pemilik CV Karsa Tekad Mandiri (CV KTM), salah satu mitra pembangun biogas (construction partner organization/CPO) untuk Biogas Rumah (BIRU) di Jawa Timur. CV KTM sendiri mulai menjadi mitra pembangun sejak tahun 2012, awalnya memang mengerjakan permintaan dari beberapa koperasi susu di Jawa Timur. Selain menjadi pelaku jasa konstruksi biogas, CV KTM ini juga mempunyai  memiliki anak usaha bengkel las Grindulu 31 yang juga memproduksi beberapa jenis apliansi atau peralatan biogas.

“Kalau boleh jujur, saya mengenal teknologi Biogas Rumah (BIRU) ini malah sejak tahun 2011,” ujar Iwan, “saat itu saya baru saja membuka bengkel las, terus sama Mas Wasis (Provincial Coordinator Rumah Energi Wilayah Jawa Timur, red) ditantang untuk membuat bekisting kubah biogas, karena saat itu mau cor kubah pakai cetakan tanah urug atau pakai tumpukan karung sekam, cara yang sederhana namun menyita tenaga dan waktu. Sebenarnya waktu itu sudah ada mitra pembangun di Malang dan Kediri yang menciptakan bekisting besi dengan 2 model. Saya diminta untuk menyempurnakan dua model bekisting itu.”

Iwan melanjutkan, “sebenarnya ketertarikan saya bukan karena apa, tetapi lebih karena ditantang, saya masih ingat omongan Mas Wasis waktu ‘mengompori’ saya.  Waktu itu ia bilang bengkel las cuma gawe kanopi/pagar iku wis akeh tunggale nang malang, mbokyo duwe usaha iku sing ekslusif ben gak ono saingane (bengkel las kalau hanya membuat pagar itu sudah banyak di Malang, punya usaha itu harus yang minim pesaing), kuping saya panas dengar komporan kayak gitu,” lanjut mas Iwan sambil tertawa mengingat kejadian itu.

“Saya lakukan modifikasi dari dua desain bekisting itu untuk ukuran 6 meter kubik dan hasilnya diadopsi oleh BIRU, bahkan waktu itu BIRU memesan beberapa unit untuk dibagikan ke lima kantor perwakilan Rumah Energi di provinsi lain sebagai contoh untuk mitra pembangun di sana. Setelah itu banyak bermunculan pesanan bekisting dari mitra pembangun di Jawa Timur maupun provinsi lainnya, desainnya pun saya kembangkan lagi untuk ukuran hingga 12 meter kubik.”

Setelah itu kemudian BIRU menawarkan untuk ikut memproduksi apliansi BIRU lainnya seperti manometer, mixer, waterdrain SAMIN, pipa gas utama. Iwan pun kembali melakukan modifikasi pada desain mixer yang sudah ada menjadi knock down, dimana untuk membersihkan kotoran di dalam inlet, maka mixer bisa diangkat, kegunaan lainnya adalah jika mixer rusak maka lebih mudah menggantinya karena menggunakan mur baut. Ini berbeda dengan dengan mixer desain awal yang langsung ditanam di inlet, sehingga jika mengganti mixer rusak harus sedikit membongkar dinding inlet bagian atas.

Ketika ditanya pengalaman dalam mengembangkan pasar biogas komersil yang menjadi mandat Program BIRU ini Iwan menjawab bahwa, “menjadi mitra BIRU itu gampang-gampang susah, kalau soal konstruksi biogas itu relatif gampang secara teknis, yang susah itu promosi mencari pengguna, menghadapi pengguna yang seenaknya sendiri bahkan menghadapi tukang biogaspun awalnya tidak mudah. Saya pernah membongkar total dan membangun ulang biogas di Blitar karena kualitasnya jelek. Ternyata tukangnya nakal, saya rugi banyak gara-gara kasus itu, tetapi bagaimana lagi, itu harus dilakukan, khan demi garansi, saya selaku mitra pembangun harus konsisten dengan itu. Setelah kejadian itu saya awasi kerja tukang secara ketat.”

Pertengahan tahun 2013 menjadi titik balik bagi CV KTM, waktu itu Dirjen EBTKE Kementerian ESDM memberikan Bantuan Langsung berupa Material untuk pembangunan biogas (BLM) sejumlah 1500 paket khusus untuk Jawa Timur. Dari tujuh item material untuk pembangunan biogas itu, terdapat dua item dikerjakan oleh CV KTM yaitu manometer dan waterdrain. Iwan bercerita bahwa karena pesanannya mendadak harus selesai dalam waktu singkat maka ia mengalami kekurangan tenaga kerja, ia pun terpaksa merekrut pekerja baru agar pesanan selesai tepat waktu.  Karena fokus pada target penyelesaian, akhirnya Iwan kurang fokus pada kontrol kualitas khususnya untuk pekerja baru. Akibatnya ia menerima banyak keluhan dikarenakan waterdrain banyak yang bocor. Dalam rangka garansi, maka ia meminta produk yang bermasalah dikirimkan semua kembali, alhasil ia menerima ratusan buah waterdrain bocor karena pengeleman yang tidak bagus. Setelah diperbaiki kemudian dikirimkan ulang pada semua mitra pembangun. Setelah itu ia memecat semua pekerja yang kerjanya tidak berorientasi pada kualitas.

Iwan Atmojo sempat mengakui  bahwa bisnisnya pernah hampir jatuh, menurutnya itu kejadian di awal tahun 2015 yang dikarenakan cash flow CV KTM bermasalah disebabkan ada mitra penyedia kredit koperasi yang tidak melakukan pembayaran atas 10 unit biogas yang  dibangun untuk peternak anggotanya.

Iwan menjelaskan, “pada mulanya koperasi itu menghubungi saya pada Mei 2014 dan meminta agar melayani permintaan biogas untuk anggotanya. Saya diminta segera kerja, ya saya kerjakan semuanya pada akhir tahun 2014. Ketika saya kirimkan tagihan ternyata mereka tidak punya dana sama sekali. Untunglah BIRU dan PT. Nestle Indonesia Kejayan Factory tidak tinggal diam, mereka bahu-membahu membantu kesulitan saya ini hingga koperasi itu melunasi kewajibannya pada saya pada Maret 2016. Jujur saja waktu itu saya limbung.”

Ketika diajak bicara tentang strategi yang dilakukan CV KTM dalam mempromosikan biogas, Iwan menjelaskan bahwa di Jawa Timur sendiri mitra pembangun memiliki latar berbeda, kebanyakan adalah koperasi susu, ada LSM dan CV. Salah satu keuntungan koperasi adalah memiliki anggota dan struktur yang jelas mulai pengurus hingga peternak anggota, LSM juga memiliki wilayah dampingan program. Dua model mitra pembangun itu hampir tidak memiliki kesulitan dalam promosi, seringkali kendala mereka hanyalah daya beli.

“Untuk mitra pembangun seperti CV KTM ini susah sekali. Kami dibantu oleh BIRU dan PT. Nestle Indonesia Kejayan Factory untuk promosi dan melayani permintaan dari beberapa koperasi kecil penyuplai Nestle dimana peminat biogas tidak terlalu banyak. Selain kerjasama dengan koperasi saya juga kerja sama pembangunan biogas di Kabupaten Gresik dengan Pemerintah Kabupaten Gresik dan CSR  PT. SAKA,  serta  CSR Petrogas di Sumenep Madura.”

Iwan pun melanjutkan, “ketika permintaan  sudah mulai menurun, maka saya berpikir bagaimana caranya usaha ini bisa berlanjut terus, minimal untuk bengkel lasnya saja. Akhirnya saya mencoba ikut keanggotaan indonetwork (situs direktori bisnis/UMKM online). Kemudian BIRU juga membantu untuk menjadi full membership di situ untuk setahun, saya menggunakan tagline biogas spesialist’. Alhamdulillah, CV KTM mulai dikenal publik khususnya sebagai produsen peralatan atau perlengkapan biogas. Awalnya pesanan datang dari daerah NTT, kemudian mulai banyak pesanan dari Sulawesi dan daerah lain.”

Semua biogas yang  dibangun oleh CV KTM terletak di Jawa Timur, di luar Pulau Jawa  hanya ada sekali permintaan tiga unit biogas dari Kabupaten Mimika, Papua. Ketika diminta bercerita tentang pengalaman selama di Papua Iwan pun menjawab, “kapok saya mas,banyak ruginya daripada untungnya, yang untung banyak itu justru kontraktor lokal di sana. Mereka itu pemenang tender proyek biogas, tetapi tidak punya pengalaman dan tenaga ahli konstruksi biogas model fixed-dome. Mereka datang ke Malang mengajak saya jadi sub-kontraktornya dengan nilai yang cukup menggiurkan. Ternyata alam berkata lain, kondisi geografis tanah gambut rawa dan hujan membuat konstruksi susah dilakukan, targetpun molor dan keuntungan pun lenyap. Sejak itu saya kapok membangun biogas di luar pulau, saya lebih memilih menjadi vendor penyedia apliansi peralatan perlengkapan biogas saja jika ada tawaran proyek biogas di provinsi lain,” pungkasnya.

Saat ini CV KTM sedang melakukan uji coba pengembangan genset dengan menggunakan karburator hybrid yang bisa digunakan untuk bahan bakar premium, LPG dan biogas. CV KTM juga sedang merencanakan untuk mengembangkan digester biogas ukuran 2 meter kubik yang bisa digunakan pada lahan terbatas seperti di kawasan perumahan dan perkotaan. (HBN/Mlg)

17 September 2016