Senyum Manis Penggiat Ampas Biogas

Eti, 32, warga Kampung Arang, Lembang, Jawa Barat. Di tengah segala keterbatasan yang ada, mereka mampu mengatasi masalah dan bahkan menjadi panutan bagi masyarakat yang lain

Menggantungkan hidup dari hasil peternakan memang tidak mudah. Harga jual susu yang tidak sebanding dengan harga pakan yang meroket membuat keluarga Eti, 32, hidup pas-pasan. Untunglah, dengan bertani di lahan terbatas dekat rumah mereka di Kampung Arang, Lembang, Jawa Barat, mereka masih bisa menambal kekurangan penghasilan.

Eti dan Hendra, 37, adalah peternak sapi perah dan petani sayur mayur. Pasangan tersebut tinggal di Kampung Arang bersama tiga anak laki-laki mereka; Dandi, 13, Aldi Gunawan, 6, dan Herdiawan yang baru berusia enam bulan. Eti adalah anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), salah satu koperasi peternak sapi terbesar di provinsi Jawa Barat. Koperasi ini memiliki lebih dari 20 ribu ternak sapi.

Dari tiga sapi perah yang dimilikinya, Eti mendapat 40 liter susu per hari atau sekitar 1.200 liter per bulan. Dari koperasi yang menampung hasil susu sapinya, Eti menerima penghasilan kotor sekitar Rp. 3,8 juta per bulan. Uang tersebut masih harus dipotong pengeluaran per bulan untuk pembelian mako (dedak, jagung, polar dan bungkil) dan berbagai cicilan ke koperasi seperti kredit biogas, simpanan wajib, waserda, dan simpanan hari raya. Dalam sebulan, keluarga tersebut mendapat penghasilan bersih dari penjualan susu sebesar Rp. 1.540.000.

Eti mulai menggunakan biogas rumah sejak Maret 2011. Tidak hanya memanfaatkan biogas yang dihasilkan, mereka mengolah ampas biogas menjadi pupuk organik berkualitas. Caranya, ampas biogas dikeringkan selama beberapa hari. Setelah setengah kering, cacing merah dimasukkan pada tumpukan ampas biogas. Cara ini disebut juga dengan cascing. Ampas biogas itu lalu dibiarkan selama 14 hari untuk selanjutnya disaring. Cacing yang telah dipisahkan dari ampas diletakkan kembali pada ampas biogas yang masih basah, dan begitu seterusnya.

Rupanya ide mengolah ampas biogas plus cacing merah ini menjadi buah bibir di kalangan petani di kampung Arang. Di daerah ini, kotoran ayam biasa digunakan sebagai pupuk dasar utama. Harga per 50 kg karung kotoran ayam berkisar antara Rp. 7.500 – 9.000. Dengan ide pupuk cascingnya, Eti bisa menekan biaya produksi pertanian dengan mengurangi pembelian kotoran ayam sebelum pakai cascing. Pupuk cascing ternyata juga membuat tanaman tumbuh lebih cepat,  lebih sehat dan lebih hijau.

Eti mulai bereksperimen ketika mengamati tanaman cabe rawit jenis domba (sebutan lokal) yang ditanamnya sekitar pertengahan Desember lalu yang dipupuk dengan pupuk dasar kotoran ayam ditambah pupuk kimia mengalami pertumbuhan yang tidak bagus. Tanaman belum berbuah meski usia tanaman telah mencapai tiga bulan (Maret  2011). Pohon tumbuh kerdil, warna daun menguning dan cenderung rontok. Melihat perubahan itu, Eti menaburkan cascing ampas biogas di sekeliling batang pohon. Perlakuan ini diulanginya sebanyak tiga kali selama bulan April hingga awal Juni. Hasilnya cukup signifikan. Tanaman cabe rawit yang tadinya akan mati, mulai berangsur-angsur tumbuh subur dengan percabangan yang penuhi oleh daun dan buah cukup lebat.  Sejak saat itulah, Eti berhenti menggunakan pupuk dan pestisida kimia dan beralih ke ampas biogas. Kini tanaman cabe rawit jenis domba (sebutan lokal) di lahan seluas 900 m2 miliknya sudah berusia hampir enam bulan dan sudah dipanen sebanyak sepuluh kali dengan hasil yang mengembirakan.

Usaha Hendra dan Eti memang patut diacungkan jempol. Di tengah segala keterbatasan yang ada, mereka mampu mengatasi masalah dan bahkan menjadi panutan bagi masyarakat yang lain, seperti Andi. Persemaian burkoli miliknya menggunakan cascing untuk media persemaian atas saran Eti. Hasilnya cukup menakjubkan. Semaian burkoli bisa dipindahkan empat hari lebih cepat dari waktu biasanya ketika persemaian menggunakan kotoran ayam.

Pemanfaatan ampas biogas rumah sebagai pupuk organik terbukti mampu memperbaiki struktur tanah pertanian dan membuat tanah kaya akan hara. Pupuk ini juga menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Diversifikasi penanganan ampas biogas untuk dijadikan pupuk berkualitas perlu dilakukan. Terbukti dari eksperimen Eti di Kampung Arang Lembang, Bandung Barat.

Usaha Eti diharap akan dapat memotivasi para peternak dan petani lain terutama yang telah memiliki reaktor biogas rumah untuk memanfaatkan ampas biogas dan memperlakukannya layaknya komoditas bernilai ekonomi tinggi. Bahkan mungkin saja dapat menjadi sumber penghasilan tambahan dari bisnis pengembangan  pupuk organik. Selamat Eti, senyummu membawa semangat bagi kami. (Deni Suharyono)

17 Juni 2011